GBPM Maluku Mengeluarkan Lima Pernyataan Sikap,Terhadap Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Oleh Bupati Malra MTH
Suara reformasi.Com. Ambon – Gerakan Bersama Perempuan Maluku (GBPM) Mengeluarkan lima pernyataan sikap, terhadap Kasus dugaan kekerasan seksual yang di lakukan oleh Bupati kabupaten Maluku Tenggara (Malra), Drs.Hi M.Thaher Hanubun, terhadap perempuan berinsial TSA (21) yang merupakan karyawan kafe milik istrinya EA
Dalam surat pernyataan sikap ini menjelaskan bahwa korban TSA (21) telah melaporkan masalah ini ke polda Maluku (01/09/2023).
GBPM menjelaskan, bahwa dalam laporan TSA, dugaan kekerasan seksual itu, terjadi di kafe milik Istri Bupati Malra EA yang beralamat di kecamatan Nusaniwe kota Ambon pada bulan April 2023, sekitar. pukul 15:00 Wit, saat itu korban TSA di panggil dan diminta untuk memijat terduga pelaku, Bupati kabupaten Maluku Tenggara (Malra), Drs.Hi M.Thaher Hanubun (MTH) di kamar yang terletak di lantai tiga yang berlanjut pada tindakan pelecehan seksual.
Lanjut GBPM, setelah itu tindakan yang sama juga di lalukan oleh dugaan pelaku MTH, dimana tindakan tersebut lebih dari pada pelecehan yang terjadi pada bulan juli 2023, serta bulan Agustus 2023, namun korban berhasil melarikan diri hingga berujung pada pemecatan dirinya.
Gerakan Bersama Perempuan Maluku (GBPM) menilai korban TSA (21) berada pada posisi lemah karena adanya ketimpangan relasi kuasa antara dirinya yang adalah karyawan kafe dan terduga pelaku sebagai Bos sehingga korban tidak memiliki kekuatan dan perlawanan saat peristiwa tersebut terjadi.
“Akibat dari semua peristiwa itu, korban TSA mengalami gangguan psikologi berupa trauma dan depresi,” tegas GBPM dalam surat pernyataannya.
Menurut, Gerakan Bersama Perempuan Maluku ( GBPM), dari sisi terduga pelaku, memiliki jabatan publik sebagai seorang kepala daerah yaitu Bupati Kabupaten Maluku Tenggara, memiliki kekuatan dan kekuasaan yang berpotensi sangat besar untuk menghambat proses hukum, membungkam suara korban dan saksi untuk itu Gerakan Bersama Perempuan Maluku (GBPM) menyatakan sikap sebagai berikut ;
1). Mengapresiasi dan menaruh harapan sepenuhnya pada profesionalitas Polda Maluku dalam penanganan kasus ini hingga tuntas.
2). Akan terus mendukung aparat penegak hukum (APH) untuk teguh menjunjung tinggi nilai- nilai profesionalitas, tidak akan lemah dan lengah memberikan keadilan yang menjadi hak korban.
3). Mengingatkan Polda Maluku tentang salah satu.mandat UU N0 12 tahun 2022, yakni tidak membenarkan penerapan Restorative Justice pada kasus kekerasan seksual karena ini sama halnya dengan membunuh jiwa korban.
4). Mendorong kehadiran lembaga perlindungan saksi dan korban RI untuk mengintervensi kasus ini sesuai kewenangannya, mengingat ancaman teror sudah menerpa korban, keluarga korban, dan pihak – pihak peduli pada penegakan hukum terhadap terduga pelaku.
5). Mendesak Kementrian Perlindungan Perempuan dan anak RI dan dinas pemberdayaan perempuan dan jajarannya sebagai representasi negara yang hadir memberikan perlindungan pada korban dan saksi, pemulihan korban secara komprehensif dan memastikan reintegrasi sosial.(Ser)
Belum Ada Komentar