UMAR KEI MEMASUNG HAK DEMOKRASI RAKYAT
SuaraReformasi.Com.Tual.Salah satu pemuda yang mengaku kerabat dekat Bupati Kabupaten Maluku Tenggara dan Walikota Tual, Umar Kei mengancam dan melarang orang dan atau kelompok untuk melakukan aksi demonstrasi di gedung Komisi Anti Korupsi (KPK) di Jakarta. Belum diketahui motif dibalik tokoh pemuda yang mengaku orang dekat Bupati Malra dan Walikota Tual tersebut. Tetapi yang jelas aksi-aksi protes dari masyarakat di jakarta selang beberapa kali terkait dengan dugaan korupsi Bupati Malra dan Walikota Tual.
Kasus kedua pejabat ini masing kasus, dugaan pengadaan masker fiktif, pasca Covid 19. Kasus ini konon katanya sudah berada ditangan Kejaksaan Tinggi Maluku, tapi hingga kini kasus tersebut belum terendus pihak kejaksaan. Sedangkan Walikota Tual, berkaitan dengan dugaan kasus Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang merugikan negara Rp 1'8 M sesuai hasil pemeriksaan BPKP Maluku. Dan kasus ini tengah ditangani oleh Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
Tindakan pencegahan dan pelarangan terhadap suatu aksi, termasuk dalam kategori pemasungan hak demokrasi dan ini tidak pantas bagi kelompok dan atau pribadi siapapun untuk melarang melakukan suatu aksi. Bahwa orang melakukan suatu gerakan aksi sebagai bagian dari bentuk meminta perhatian atas sebuah kebijakan yang telah menyalahi aturan karena kebijakan itu dinilai untuk mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya atau ingin memperkaya diri sendiri atau orang lain. Jadi aksi yang dilakukan tetap akan dilaksanakan di Jakarta dalam waktu dekat. Bahkan menurut
Sumber-sumber anonim yang dapat dipercaya menyebutkan bahwa aksi massa akan kembali turun jalan akan digelar, di Polres Malra Selasa (25/07/23).
Aksi turun jalan yang bertujuan untuk memprotes Walikota dan Bupati Malra itu, tidak terlepas dari bentuk ancaman dan larangan dari Umar Kei salah satu pemuda di Jakarta.
Vidio larangan dan disertai ancaman ini, telah beredar di kalangan masyarakat kota Tual dan Malra hingga pada masyarakat umum. Vidio berdurasi 1' 33 menit itu bisa dijadikan sebagai bukti untuk pihak kepolisian Republik Indonesia untuk segerah mengindentifikasi yang bersangkutan apabila jika sewaktu-waktu hal-hal yang tidak diinginkan bersama. Karena hal itu telah mengandung unsur kekerasan serta perbuatan melarang orang untuk kebebasan berdemokrasi di negara kesatuan Republik Indonesia. (Tim)
Belum Ada Komentar