Artikel Populer

Buka Sosialisasi dan Bimtek Manajemen Risiko Bupati Malra Ingatkan Berbagai Hal

Buka Sosialisasi dan Bimtek Manajemen Risiko Bupati Malra Ingatkan Berbagai Hal

Langgur.Suara Reformasi.Com. Bupati Maluku Tenggara M.Thaher Hanubun didampingi Sekda Malra membuka Sosialisasi Dan Bimbingan Teknis Proses Manajemen Risiko di lingkungan Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara, Selasa (9/5/2023).

Kegiatan tersebut dilaksanakan selama beberapa hari di Aula Kantor Bupati Maluku Tenggara

Dalam sambutannya, Bupati Maluku Tenggara M.Thaher Hanubun menyampaikan bahwa

Pada Tahun 1896, seorang ahli ekonomi asal Italia, Vilfredo Pareto mengembangkan suatu teori yang disebut Prinsip Pareto atau disebut juga /aw of the vital few. Hukum Pareto ini menyatakan bahwa sekitar 802 konsekuensi berasal dari 204 penyebab. Teori ini berkembang dan dipraktikan secara luas di berbagai organisasi

Bupati Thaher juga menambahkan bahwa

Prinsipnya, kalau kita bisa mengidentifikasi dan menemukan 204 aktivitas yang dianggap paling krusial, serta menentukan langkah-langkah strategis untuk mengendalikan risiko-risiko yang melekat pada aktivitas itu, maka 80” tujuan kita menyelenggarakan pemerintahan dapat tercapai dengan baik. 20 kegiatan itu harus benar-benar bisa dilakukan dengan baik dan kuncinya ada pada manajemen risiko (manajemen risiko).

Bupati Thaher juga menjelaskan bahwa

Memiliki fitur atau karakteristik yang harus dengan mudah kita dapat resiko kenali agar bisa dirancang cara untuk memitigasi dampaknya. Oleh karena itu, kami berterima kasih dan mengapresiasi kegiatan yang dilakukan BPKP Perwakilan Provinsi Maluku hari ini.

Bupati Thaher juga memgatakan, sebelum Tim BPKP memberikan penjelasan yang lebiih rinci dan komprehensif, saya perlu menyampaikan penegasan awal terkait manajemen risiko ini.

Pertama, para pimpinan perangkat daerah diharapkan agar segera mengadopsi unsur-unsur manajemen risiko dalam setiap kegiatan yang dilakukan.

Selama ini, masih ada kegiatan yang kita lakukan tidak dapat berakhir dengan baik dan malah menimbulkan risiko lainnya. Hal ini karena perencanaan kegiatan itu tidak disertai dengan analisis risiko yang memadai.

Padahal sejak tahun 2008, sudah diterbitkan PP 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dimana salah satu unsurnya adalah Penilaian Risiko.

Setelah 15 (lima belas) tahun aturan itu diterbitkan, hampir sebagian besar instansi pemerintah daerah belum bisa menerapkannya secara optimal.

Secara garis besar, manajemen risiko memiliki 3 atribut risiko utama yaitu (i) budaya (risk culture), (ii) tata kelola risiko (risk governance) dan proses manajemen risiko (risk management process). Efektivitas manajemen risiko sangat bergantung pada budaya risiko dalam organisasi.

Dirinya juga menjelaskan budaya yang saya maksudkan adalah bagaimana para pimpinan perangkat daerah mengintegrasikan risiko dalam menentukan tujuan, merumuskan kebijakan hingga pemberian penciptaan.

Tidak hanya itu, aspek yang juga penting adalah memastikan bahwa para pelaksana kegiatan ini sudah memiliki pengetahuan yang memadai mengenai manajemen risiko.

Secara kelembagaan, kita memang belum memiliki divisi khusus yang menangani risiko seperti pada organisasi-organisasi yang bersifat profitoriented. Namun demikian, fungsi-fungsi itu dapat dijalankan secara paralel oleh pelaksana kegiatan. Selain itu, hal penting lainnya adalah memastikan bahwa proses manajemen risiko (risk management process) berjalan dengan baik oleh manajemen.

“Saya ingatkan bahwa proses majemen risiko (proses manajemen risiko) dimulai dari bantuan risiko secara agregat, penilaian, perlakukan terhadap risiko, pemantauan dan pelaporan,” ujar Hanubun.(Ser)


Komentar

  1. Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar

Testimonial

Nulla vel metus scelerisque ante sollicitudin commodo....

Cindy

Tingkatkan !!!...

Larry

Bagus...

Jerry

Good !!...

nisa

Blognya keren !!...

Mila Karmila

Metode SEO yang sangat keren!!!......

Dian Herliwan
Kategori