Akademisi Unpatti Ambon Nyatakan Perlu Duduk Bersama Bicarakan Tuturan Historical Untuk Bicarakan Persoalan Penyelesaian Hukum Adat
SuaraReformasi.Com.SBB.Persoalan penyelesaian sengketa batas wilayah antar negeri di Kabupaten SBB yang sering berpotensi menimbulkan konflik antar warga, mendapat tanggapan dari Akademisi UNPATTI Ambon, Dr. Jemmy Jefry Pietersz, S.H., M.H.
Dalam pernyataannya saat diwawancarai usai kegiatan Sosialisasi Pemetaan Batas Desa/Kelurahan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) yang berlangsung di Gedung Hatutelu, Jalan Trans Seram, Dusun Waimeteng Pante, Kota Piru, pada Jumat, (10/11/2023).
Pietersz mengungkapkan bahwa, untuk menyelesaikan masalah Masyarakat Hukum Adat adalah perlu duduk bersama dan membicarakan tuturan historical sehingga dicari irisan yang sama dalam yang peristiwa nomaden atau peristiwa berpindah-pindah dan mungkin didapati sebab mengapa kita berada di sini secara bersama.
“Pasti ada peristiwa historis yang terjadi, tidak mungkin tidak. Ini soalnya adalah mau duduk bersama dan menghilangkan perbedaan dalam istilah Dong dan Katong,” jelasnya.
Menurut pakar hukum tata negara ini, jika persoalan sengketa batas wilayah antar negeri dimulai dengan filosofis Dong dan Katong itu sudah menjadi jurang pemisah dan tidak mungkin mendapatkan titik temu, tetapi ketika komponen masyarakat hukum adat duduk secara bersama sudah pasti filosofis Dong dan Katong dilepas karena karena tujuannya adalah mencari titik temu dalam rangkaian cerita yang menjembatani.
Disingung apakah mufakat yang ditetapkan dalam peristiwa duduk bersama itu bisa menjadi landasan yang sah dan legal bagi generasi berikutnya, Pietersz menegaskan, tantangan bagi generasi berikutnya adalah karena generasi saat ini sulit untuk bercerita tentang adat dan hukum adat, karena itu maka persoalan hukum adat harus segera dituntaskan, karena generasi mendatang sudah tidak lagi membahas soal entitas adat, dimana mereka sudah tidak lagi berpihak pada kepentingan masa lalu yang menjadi sumber identitas mereka hari ini.
“Karena mereka lebih banyak melihat kepentingan hari esok, sehingga pekerjaan kita adalah harus segera menuntaskan soal historical dan historical itu menjadi nilai identitas karena bisa menjadi kepentingan anak-anak cucu dimasa depan,” urainya.
Pietersz yang menjadi salah satu panelis dalam acara sosialisasi ini juga menjelaskan bahwa, inti dari hukum adat adalah pengakuan dimana jika ada satu cerita yang diakui oleh orang lain maka itu benar adanya, pasalnya budaya kita adalah budaya tutur sehingga pengakuan menjadi dasar.
“Maka dari itu, pertanyaaannya adalah maukah semua kita duduk dan jujur untuk berbicara dalam ruang bersama karena hakekat hukum adat itu adalah pengakuan, dan pengakuan itu ada di dalam tuturan kejujuran. Ini yang harus duduk bersama, makanya tadi saya sampaikan bahwa, jangan ada lagi perspektif Katong dan Dong , kalau sudah ada perspektif Dong dan Katong maka tidak pernah ada sampai pada level pengakuan,” jabar Pietersz. (Ser)
Belum Ada Komentar