SUARAREFORMASI.COM.SBB–Permasalahan antara PT Spice Islands Maluku (SIM) dengan masyarakat Pelita di Kawa, juga di Desa Nuruwe dan Desa Waesamu, tak kunjung tuntas. Akibatnya, PT SIM menyatakan diri tutup terhitung tanggal 1 Juli 2024 karena belum ada kepastian tentang kegiatan operasional di lapangan , sementara PT SIM sudah mendapatkan semua perijinan dari pemerintah dan instansi yang berwenang dan juga sudah melaksanakan kewajibannya untuk pemda dan masyarakat yang dilibatkan bekerja untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Penutupan Perusahaan yang bergerak di bidang pertanian, khususnya budidaya pisang abaka ini telah resmi diberitahukan kepada Penjabat Bupati Seram Bagian Barat, Dr. Achmad Jais Ely melalui surat Pemberitahuan Penutupan dan atau Penghentian Kegiatan secara menyeluruh PT Spice Islands Maluku dengan nomor 084/Spin_Legawl/2024 tanggal 27 Juni 2024.
Pasca ditutupnya PT SIM sebanyak 520 orang karyawan yang merupakan anak asli Seram terpaksa dirumahkan atau kehilangan pekerjaan. Tak hanya itu, program CSR seperti beasiswa pendidikan hingga di tingkat perguruan tinggi di Jakarta, tidak dilanjutkan dan itu sangat disayangkan serta merugikan masyarakat yang dilibatkan dalam usaha yang mengangkat kesejahteraan untuk masyarakat.
Dampak lainnya yang dirasakan akibat penutupan perusahaan adalah biaya hidup para karyawan. Pinjaman bank, biaya sekolah dan kebutuhan keluarga terhenti.
Terkait persoalan laporan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan karyawan PT SIM pada 20 Oktober 2023 lalu, pihak keluarga korban telah melakukan pencabutan perkara pada 27 Juni 2024 dan sudah diselesaiakn dengan baik , tetapi malah masih ada orang dan kelompok yang terus memprovokasi untuk mengganggu operasional usaha PT SIM dan masyarakat setempat.
Mereka yang mencabut perkara yaitu La Ahmad, ayah kandung Almarhum La Riswandi selaku korban dari terlapor Romi Nelson Benjamin Manuputty, karyawan PT SIM. Kemudian La Basar dan Ode Alfi selaku korban penganiayaan dari Wawan Ely, karyawan PT SIM.
La Randi, adik kandung Almarhum La Riswandi, korban penganiayaan mengaku tidak lagi mempermasalahkan atau melanjutkan perkara tersebut.
“Kami telah membuat surat pencabutan perkara ke pihak Kepolisan (Polres SBB) karena kami telah melakukan perdamaian secara kekeluargaan dengan pelaku, dan saat ini kami telah menerima bantuan dari PT SIM,” kata La Randi yang didampingi ayahnya La Amat.
Bahkan, Ia mengaku pihaknya tidak pernah memberi kuasa kepada siapapun dalam proses perkara ini. “Kami mohon kepada masyarakat agar memahami dan memaklumi serta tidak mempermasalahkan permasalahan karena kami keluarga telah mengiklaskan kepergian Almarhum sebagai satu ujian dari Tuhan Yang Maha Kuasa,” jelasnya.
Terpisah, Ketua Saniri Negeri Lohiatala, Yandro Somae, menyampaikan dukungannya atas kehadiran PT SIM di SBB yang beroperasi di Desa Lohiatala, Desa Nuruwe, Desa Hatusua dan Desa Kawa.
“Harapan kami dengan adanya kehadiran Perusahan pisang abaka dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan juga masyarakat bisa beroperasi dalam pekerjaan di perusahan tersebut,” ungkapnya.
Ketua Saniri sangat berharap adanya perhatian khusus dari Pemkab SBB dan para pemangku kepentingan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan PT SIM.
Menurutnya, kehadiran PT SIM dapat mengurangi tingkat kriminal, kemiskinan dan juga penganguran di Kabupaten SBB dan beberapa desa yang terdampak.
“Kami berharap semoga PT SIM dapat beroperasi sehingga ekonomi masyarakat bisa stabil dan bisa bekerja kembali,” harapnya.(SER)
Sumber : http://suarareformasi.com/provokasi-pt-sim-tutup-masyarakat-dan-karyawan-lokal-detail-453614