Perjalanan 11 Hari Boy Uwuratuw Keliling Pulau-pulau di Tanimbar   - Perjuangan Bertemu Masyarakat di Tengah Ketertinggalan & Miskin Ekstrim

Perjalanan 11 Hari Boy Uwuratuw Keliling Pulau-pulau di Tanimbar - Perjuangan Bertemu Masyarakat di Tengah Ketertinggalan & Miskin Ekstrim

Oleh : Avo Fenan - Wartawan Suara Reformasi

SENIN, 28 Agustus 2023, menjadi titik awal sekaligus kesempatan yang sangat istimewa bagi seorang Dokter Ahli Bedah terkemuka di Makasar, Dokter Julianus Aboyaman Uwuratuw

untuk bisa turun dan melihat langsung desa-desa di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) yang berada pada pulau-pulau yang cukup jauh dari ibu kota Negeri Duan Lolat. 

Setelah sehari sebelumnya, Dokter Boy, begitu dirinya disapa merampungkan lawatan tuk bertemu masyarakat dan para relawannya pada Kecamatan Wertamrian dan sebagian RBU pada Tiga Jiku (Marantutul, Wermatang, Otemer) dan Desa Makatian (Pulau Sendiri), Kecamatan Wermaktian. Dirinya bersama tim RBU kabupaten dengan menumpang KC.Tutukratu kembali membelah lautan tuk singgahi, bahkan bermalam pada desa-desa pada Kecamatan Wuarlabobar, Molumaru dan Fordata. 

Perjalanan panjang anak Tanimbar yang lahir dari pasangan suami Istri Gotlif Uwuratuw dan Yohana Masela ini, banyak menemui kenyataan tentang potret kekinian kondisi rakyat Tanimbar yang mendiami pulau-pulau yang berada jauh dari pusat pemerintahan kabupaten.

Saat fajar menyingsing dan langit mulai tersorot keemasan, tim Relawan Boy Uwuratuw kabupaten bersama Dokter Boy memulai hari dengan rasa syukur dan optimisme untuk turun berjumpa dengan masyarakat serta para relawan. 

Data dari Badan Statistik dapat memberi kita gambaran tentang kemiskinan di Negeri Duan Lolat ini. Tergambar jelas dalam setiap rilis yang dikeluarkan oleh BPS dan publik bisa mengetahui pasti tentang posisi KKT yang berada pada daerah penyumbang penduduk miskin terbanyak di Provinsi Maluku dan juga tercatat sebagai daerah dengan kemiskinan ekstrim nomor kedua terakhir setelah Maluku Barat Daya (MBD). Namun sayangnya, BPS tidak menceritakan seluruh kisah. Untuk memahami dampak sebenarnya dari kemiskinan, kita perlu mendengar dari mereka yang hidup di tengah-tengahnya dan hal itu dilakukan oleh Dokter Boy.

Kisah-kisah pribadi tentang kemiskinan di Tanimbar, meruncingkan pengetahuan kita tentang masalah ini, memberikan wajah dan suara pada statistik yang seringkali abstrak. Ini bukan hanya tentang angka-angka, tetapi juga tentang manusia-manusia. Kemiskinan bukan hanya berkurangnya pendapatan, tetapi juga kehilangan martabat dan peluang.

Mari kita dengarkan kisah dari warga Desa Romnus, yang mengakui kalau mereka harus berjuang keras untuk bertahan hidup ditengah kondisi kemiskinan. Mereka menuturkan 

tentang problem yang dihadapi masyarakat beberapa tahun lalu, kelaparan. Ingatanku cepat menangkap, peristiwa yang pernah dialami oleh masyarakat KKT yang hidup di pulau-pulau kecil saat kemarau panjang datang. Bagaimana rakyat desa ini mengalami kesulitan kala itu. 

Warga harus menebang pohon lontar untuk mengambil patinya sebagai bahan makanan. Persis sagu, hanya kuantitas dan kualitasnya tentu berbeda. Perlu energi extra untuk mengolahnya. Hasilnya pun tak seberapa. Tapi demi kelangsungan hidup, hanya itu cara satu-satunya bertahan tanpa bantuan pemerintah daerah

Cerita-cerita ini membantu kita memahami bahwa kemiskinan bukan hanya soal kekurangan uang, tetapi juga soal kehilangan martabat, akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, dan kesempatan untuk hidup layak.

Untuk menangani kemiskinan, kita perlu mendengar cerita-cerita ini dan melihat di balik angka, bahkan harus terjun langsung ke tengah masyarakat. Dan sosok Dokter Boy melakukan itu. Dirinya memahami bahwa kemiskinan adalah masalah sistemik yang memerlukan solusi sistemik. Melalui pendekatan holistik ini, dirinya dapat menciptakan solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan yang akan dituangnya ketika mantap mencalonkan diri sebagai Calon Bupati KKT 2024.

"Takdir adalah sesuatu yang harus diterima, kondisi adalah sesuatu yang harus diubah. Ketika kita mulai mengubah cara kita melihat dan berbicara tentang kemiskinan, kita membuka pintu untuk solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan," demikian ujarnya.

Dengan memahami kemiskinan dari sudut pandang ini, kita dapat merancang intervensi yang lebih berfokus pada manusia. Dan mungkin, suatu hari nanti, kita bisa mencapai Tanimnar tanpa kemiskinan. Yang dimulai dengan menentukan pilihan yang tepat bagi pemimpin masa depan negeri yang terkenal dengan budaya Bakar Batu nya ini di tahun 2024 nanti. (*)

Sumber : http://suarareformasi.com/perjalanan-11-hari-boy-uwuratuw-keliling-pulau-pulau-di-tanimbar-perjuangan-bertemu-masyarakat-di-tengah-ketertinggalan-amp-miskin-ekstrim-detail-449846