Laporan Perjalanan RBU (Lanjutan)
TULISAN ini merupakan tulisan ke-2 dari catatan perjalanan saya saat ditugaskan untuk
memberitakan perjalanan konsolidasi Relawan Boy Uwuratuw (RBU) di Kabupaten Kepulauan
Tanimbar (KKT).
Kami bertolak dari Desa Wutmasa pada Kamis, 2 September 2023, sekira pukul 16.30.Tujuannya ke Desa Nurkat di pulau Maru, Kecamatan Molu Maru, KKT.
KC. Tutukratuw yang kami tumpangi bergerak cepat diiringi sang mantari yang perlahan berayun
turun di ufuk barat. Ditengah hening petang itu, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara mesin kapal yang mati. Ternyata baling-baling kapal tersangkut di karang laut, tepatnya di ujung tubir
tanjung Pulau Maru. Kondisi laut yang kurang bersahabat ditambah dengan gelapnya malam,
membuat sang nakhoda tidak bisa melihat jelas jalur laut yang kami lalui. Akhirnya, kami sempat
terkatung-katung beberapa menit sebelum akhirnya ABK memperbaiki posisi kapal untuk
melanjutkan perjalanan merapat ke tepian pantai Desa Nurkat.Namun, rupanya nasib kami lagi kurang baik malam itu. Saat hendak merapat, air laut sedang
surut. Kondisi pantai yang dipenuhi tali-temali rumput laut dan bebatuan besar, membuat kami mengurungkan niat untuk merapat. Suatu ikhtiar untuk menghindar dari kejadian serupa,beberapa menit lalu. Jadi, sementara kami membuang jangkar dan berlabuh di kedalaman sekitar 1-2 meter menunggu air pasang. Hingga jarum jam menunjuk ke angka 24.00 tengah malam,baru kapal kami bisa merapat ke ujung utara pantai Desa Nurkat.
Perjalanan menyusuri pantai menuju ke pemukiman warga sungguh menakjubkan. Hamparan Pasir putih diterangi cahaya rembulan, sungguh memulihkan raga yang lelah, setelah sekira 6 jam diatas kapal.
Saat tiba di perkampungan, suasana sudah sepi. Rumah salah satu warga yang kami tuju pun telah hening. Rekan kami membangunkan tuan rumah. Dan malam itu kami bisa kembali tidur nyenyak setelah menyantap mie instant panas yang disuguhi tuan rumah.
Keesokkan hari, pagi-pagi benar kami sudah bangun. Saya sendiri mengayun langkah ke pantai.Menyaksikan pemandangan menakjubkan. Keasrian pantai Desa Nurkat yang alami, petani rumput laut diatas perahu dari ujung selatan hingga ke ujung utara, dan para nelayan yang memanggul hasil tangkapan semalaman. Sungguh, kekayaan alam yang luar biasa.
Saat kembali ke tempat rumah, rekan-rekan kami sudah disuguhi teh dan kopi panas bersama aneka gorengan ubi dan pisang. Salah seorang rekan sambil bercanda mengatakan bahwa Desa ini adalah tempat buangan bagi PNS yang "nakal".
Memang, membayangkan proses perjalanan hingga kini, Desa Nurkat adalah yang paling sulit dijangkau menggunakan indikator geografis. Jadi, bila Desa Nurkat dijadikan tempat buangan sangat wajar. Siapapun PNS yang mendengar Desa Nurkat, pasti bayangannya "ngeri-ngeri sedap.
Tetapi, bila kebijakan itu benar-benar ada, sungguh ironi. Bagaimana kita mau membangun suatu
daerah yang tingkat geografisnya sedemikian sulit bila yang ditugaskan adalah orang-orang"buangan"? Hasil akhirnya pasti kondisi desa tetap biasa-biasa saja. Kemajuan desa bukan dampak dari akses pembangunan penyelenggara negara semata, tetapi usaha mandiri
masyarakat itu sendiri.
Bila demikian, pertanyaan berikutnya adalah apakah metode mengelola pemerintahan dengan cara seperti itu masih efektif? Perlu pembuktian empirik. Tapi saya pernah ingat kebijakan yang ditempuh Drs. Bitzael Salfester Temar, Bupati KKT Periode 2007-2017. Sang Bupati menjadikan wilayah kecamatan Molu Maru (termasuk Desa Nurkat) sebagai ujian bagi PNS di Lingkup Pemkab KKT.
Bupati Temar pernah berujar: "Kecamatan Molu-Maru ada batu ujian bagi PNS yang hendak dipromosikan". Saat itu, hampir tidak ada PNS yang merasa dibuang saat ditugaskan di wilayah
Molu Maru. Sebaliknya, Molu Maru justru menjadi incaran para "PNS hebat".
Pertanyaan berikutnya dibenak saya, apakah hasil dari kebijakan sang Bupati Temar itu yang kini dinikmati masyarakat? Walau perlu pembuktian empirik lagi, tapi sampai disini saya merasa lega, karena beragam potensi alam sudah mulai terkelola, jalan-jalan desa tertata rapi,
serta sarana desa mengalami kemajuaan pesat. Tinggal penyelarasan dan percepatan, maka kemajuan dan kesejahteraan pasti dinikmati masyarakat pada tahap berikutnya.
Dengan demikian, kebijakan Bupati Temar masih relevan diterapkan. Pembangunan KKT saatnya ditujukan untuk wilayah-wilayah terluar dan di pulau-pulau kecil. Dan hal itu dapat dimulai dari kebijakan distribusi PNS. Pendistribusian PNS wajib merata di semua kawasan,
khususnya dibidang pendidikan dan kesehatan. Tidak lagi menganak-tirikan Nurkat dan Meli Maru misalnya. Seperti yang diutarakan Dokter Boy saat menyampaikan sambutan Dihadapan Relawan Boy Uwuratu (RBU) Desa Nurkat: "wilayah pulau-pulau di bagian barat dan utara
Yamdena, termasuk Molu dan Maru, wajib diurus secara khusus terutama sektor pendidikan dan kesehatan, agar pada gilirannya pembangunan juga dapat dinikmati oleh seluruh rakyatTanimbar secara adil dan bermartabat".
Sehingga, Nurkat dan Molu Maru bukan lagi "neraka", melainkan "firdaus" bagi PNS Tanimbar.
Nurkat dan Molu Maru akan memancarkan kemajuan dan kesejahteraan untuk Tanimbar Ke Depan. (*)
Sumber : http://suarareformasi.com/nurkat-antara-neraka-dan-firdaus-bagi-pns-tanimbar-oleh-yanti-samangun-detail-449869