Ambon.Suara Reformasi.Com.Bendahara Pengeluaran Pembantu Komisi (KPUD) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Max A. Beay dan PPK Mochamad Djefry Lessy (Sekretaris KPUD) menjalani sidang dakwaan.
Keduanya merupakan tuduhan kasus dugaan korupsi dan penyimpangan pengelolaan keuangan dana hibah dari APBD Kabupaten SBB tahun anggaran 2016-2017.
Jaksa Penuntut Umum Rolly Manampiring mengatakan, diduga korupsi dana hibah hingga Rp 2.978.648.100.
“Max A. Beay dengan perbuatan tersebut, telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu dalam hal ini pembelaan dan Mochamad Djefry Lessy sebesar Rp. 2.978.648.100,” kata JPU dalam sidang, Jumat (16/12/2022).
Dalam detailnya. Tanggal 25 April 2016 KPUD SBB bersama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat menyusun Naskah Perjanjian Hibah Daerah Nomor 270/067 dan Nomor 01/KPU-NPHD/IV/2016 untuk Pelaksanaan Dana Hibah Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2017.
Pemerintah Kabupaten SBB menghibahkan uang kepada KPUD SBB sebesar Rp26.000.000 yang awalnya Rp28.425.285.000 untuk membiayai tahapan Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2017 tersebut yang efektif dimulai pada bulan April tahun 2016.
Terdakwa Beay selaku bendahara pengeluaran kemudian mengembalikan sisa dana hibah ke Kas Pemda sebesar Rp. 2.034.803.926,71 tahun 2017.
“Bahwa setelah pengembalian sisa dana hibah tersebut ke kas daerah Kabupaten SBB ternyata terdapat selisih bukti per tanggung jawab penggunaan keuangan dengan saldo buku kas umum terhadap dana yang sudah digunakan sehingga keterlibatan Max A. Beay menyampaikan hal tersebut kepada Drs. Mochamad Djefri Lessy bagaimana menutupi selisih pengeluaran dana hibah yang tidak dapat dipertanggung jawabkan tersebut,” terang JPU.
Menariknya, untuk menutupi perbedaan tersebut, pembela Lessy menyuruh untuk menambah nama pegawai dalam suatu perjalanan dinas meskipun pegawai tersebut tidak mengikuti kegiatan.
Mereka juga membuat bukti-bukti pertanggung jawaban pengeluaran secara manipulatif. Baik berupa dokumen, surat, kwitansi-kwitansi serta nota-nota yang isinya tidak benar alias dipalsukan.
Yaitu pada biaya operasional, perjalanan dinas, Alat Tulis Kantor (ATK), biaya penginapan, makan minum serta biaya penggandaan baik dibuat sendiri ataupun dengan memerintahkan operator KPU Kabupaten SBB yang disesuaikan untuk menutupi selisih pengeluarannya.
“Bahwa terhadap bukti-bukti pertanggungjawaban dan pengeluaran yang dibuat oleh terdakwa Max A. Beay tersebut, Mochamad Djefri Lessy selaku KPA merangkap PPK tidak melakukan sanksi terhadap keabsahan bukti-bukti pertanggungjawaban tersebut,” tambah JPU.
Keduanya didakwa berlapis pasal yaitu pasal 2 ayat (1), pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) jo pasal 9 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan pasal Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Sidang ditunda oleh majelis hakim dengan agenda keterangan saksi. (SR)
Sumber : http://suarareformasi.com/korupsi-dana-hibah-hingga-rp-2-milyar-max-a-beay-dan-djefry-lessy-didakwa-pasal-berlapis-detail-445968