AKHIR Agustus hingga awal September ini, saya berkesempatan mengikuti rangkaian kegiatan
Relawan Boy Uwuratuw (RBU), yakni melantik RBU tingkat kecamatan, desa/kelurahan, dan
kompleks di wilayah Wertamrian, Wermaktian, Wuarlabobar, Molu Maru, Fordata, dan Tanimbar
Selatan. Saat menyusuri wilayah di bagian utara Tanimbar itulah (Wuarlabobar, Molu Maru, dan
Fordata), saya terinspirasi untuk menuliskan catatan ini sebagai resume sekaligus referensi
tentang pemikiran-pemikiran orisinal dari dr. Julianus Aboyaman Uwuratuw (Dokter Boy)
yang didukung oleh RBU sebagai Calon Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT).
Nukilan pemikiran Dokter Boy khususnya tentang kemiskinan dan komitmen pemekaran KKT Utara saya
rangkum dalam tulisan ini.
Menyusuri jengkal demi jengkal tanah Tanimbar, sungguh menguji bathin. Pasang-surut kondisi
kehidupan masyarakat telah menjadi bahan perenungan dan pelajaran tersendiri bagi saya yang
nyaris setiap hari hanya bergulat dengan soal-soal pemberitaan di tengah hingar-bingar Kota
Saumlaki.
Saya nyaris "gelap dan sunyi" dengan kondisi riil masyarakat bila tidak mengikuti
perjalanan Dokter Boy dan RBU kali ini.
Frasa "pasang - surut" yang saya maksudkan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut.
Bahwa keadaan masyarakat yang menunjukkan adanya perkembangan secara ekonomis sehingga
memberi garansi perbaikan kualitas hidup ke arah lebih baik, saya sebut kondisi "pasang".Misalnya, adanya perluasan profesi nelayan ke petani rumput laut yang telah dilakoni oleh sebagian besar masyarakat pesisir, sehingga telah meningkatkan income perkapita mereka.
Tinggal pekerjaan rumah Pemkab kedepan adalah perbaikan tata niaga sehingga memberi
nilai tambah yang lebih lagi. Sedangkan kondisi "surut" adalah keadaan masyarakat yang sulit
berkembang dan/atau telah berkembang namun kembali lagi "tenggelam" dalam kubangan
kemiskinan. Pertanyaan sederhana pun terlintas di benak saya: bagaimana seorang Bupati
sebagai pemimpin daerah harus menjaga agar masyarakatnya terus berada dalam kondisi
"pasang"?
Secara teoritis, ada banyak faktor penyebab kemiskinan. Namun, dalam konteks KKT, Dokter
Boy mengatakan bahwa karakteristik geografis sebagai wilayah kepulauan yang belum
ditunjang dengan infrastruktur yang memadai cukup memberi andil yang signifikan. Dokter Boy
mendasari pendapatnya dengan pendekatan teori "vicious circle poverty" dari Nurkse. Bahwa
geografis wilayah menyebabkan keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan keterbatasan
permodalan, sehingga menimbulkan kemiskinan.
Kemiskinan artinya rendahnya pendapatan,
yang selanjutnya berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi dan kemudian berakibat pada keterbelakangan. Demikian siklusnya terus berputar sehingga lazim disebut "lingkaran
setan kemiskinan", urai Dokter Boy.
Mencermati kondisi itu, maka Dokter Boy menggaris-bawahi 2 langkah strategis untuk mensiasatinya, yakni: Pertama, menggalakkan pembangunan infrastruktur; dan Kedua,memperpendek rentang kendali pemerintahan & pelayanan.
Cara pertama menurut Dokter Boy, membutuhkan ruang fiskal yang besar ditengah banyaknya kebutuhan pembangunan yang lain, semisal pada sektor pendidikan dan kesehatan. Selain itu,jumlah penduduk yang relatif kecil menyebabkan investasi pada infrastruktur kurang layak secara ekonomis, sekalipun orientasinya dominan adalah aspek sosial. Pada sektor transportasi misalnya, pasti membutuhkan subsidi yang besar untuk menutupi biaya operasional.
Dengan demikian, maka Dokter Boy berpandangan bahwa memperpendek rentang kendali adalah cara
paling mungkin yang dapat ditempuh saat ini. Pendek kata, KKT membutuhkan "Pemekaran
Daerah Otonomi Baru (DOB)".
Sampai disini saya teringat wacana pemekaran DOB yang pernah didengungkan sejak beberapa
tahu lalu, bahkan sudah sampai pada tahap pembentukkan timnya. Namun hingga kini belum
terealisasi. Hal ini memang bisa dimaklumi karena kebijakan moratorium dari Pemeŕintah Pusat.
Meski begitu, menurut Dokter Boy, langkah taktis yang perlu dilakukan adalah memastikan
sejauhmana Pemerintah KKT mempersiapkan diri, minimal "good will" yang dapat tercermin dari
politik dan kebijakan anggaran untuk merealisasikan prasarana dan sarana pendukung.
Menurut Dokter Boy, dari aspek geografis, wilayah Tanimbar seyogianya dapat memekarkan
Kabupaten Kepulauan Tanimbar Utara (KKT Utara) yang mungkin meliputi kecamatan Tanimbar
Utara, Molu Maru, Fordata, Wuarlabobar dan Nirunmas. Cakupan wilayah itu setidaknya telah
memenuhi salah satu syarat administratif.
Langkah berikutnya adalah memastikan calon
Ibukotanya. Dokter Boy bilang, ditinjau dari pemenuhan terhadap aspek ekonomi, ketersediaan infrastruktur dan teori pusat gravitasi, maka Kota Larat memiliki keunggulan dibandingkan kecamatan lainnya. Artinya, secara konsep KKT Utara hanya membutuhkan "good will"sebagaimana disebutkan diatas.Dalam rangka itu, Dokter Boy memberikan beberapa catatan sebagai gagasan pelengkap untuk memastikan keberlanjutan perjuangan pemekaran KKT Utara, sebagai berikut:
(1).Gagasan pemekaran DOB Kabupaten Kepulauan Tanimbar Utara mesti terus digaungkan
dan didorong ke Pemerintah Pusat sehingga menjadi prioritas. Isu sentralnya adalah KKTsebagai wilayah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal) yang memerlukan afirmasi kebijakan.
(2).Memastikan cakupan wilayah pemekaran guna menghindari masalah tapal batas dikemudian
hari, sebagaimana lazim terjadi di sejumlah daerah.
(3). Penataan wilayah Desa dan Kecamatan.
Menurut Dokter Boy, Kecamatan Kepulauan Wuarlabobar perlu dibentuk guna mengakomodasi
masyarakat di Desa Lingada, Romnus, Taneman, dan Labobar.
(4). Politik dan kebijakan anggaran mesti didorong minimal untuk pengembangan beberapa infrastuktur dasar seperti rumah sakit, sekolah, pasar dan terminal. Porsi ini dapat didukung dengan anggaran provinsi dan
pusat: dan
(5). Pembentukkan Kantor Perwakilan Pemkab KKT di Larat sebagai wujud mendekatkan rentang kendali pelayanan sekaligus mempersiapkan Larat sebagai Calon Ibukota Kabupaten Kepulauan Tanimbar Utara.
Kelima langkah strategis diatas menurut Dokter Boy, mesti dimaknai sebagai ikhtiar bersama
untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dengan muara yang hendak
dicapai adalah mengentaskan kemiskinan, meningkatkan pendapatan, mendorong kemajuan dan
mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Tanimbar. Langkah itu sekaligus untuk memastikan
bahwa rakyat Tanimbar akan terus berada dalam kondisi "pasang" saja, bukan "pasang-surut".
Singkatnya menurut Dokter Boy, pemekaran wilayah KKT Utara bukan soal "pemisahan/perceraian" orang Tanimbar, tetapi cara untuk mewujudkan Tanimbar yang Maju dan Sejahtera,yang tentu dijiwai dan dilandasi oleh nilai-nilai Duan-Lolat. (*)
Sumber : http://suarareformasi.com/kemiskinan-dan-pemekaran-kabupaten-kepulauan-tanimbar-utara-oleh-yanti-samangun-detail-449984