Jasa Raharja, Korlantas POLRI, dan Akademisi UGM Bahas Penguatan Jaminan Perlindungan Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan

Jasa Raharja, Korlantas POLRI, dan Akademisi UGM Bahas Penguatan Jaminan Perlindungan Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan

SUARAREFORMASI.COM.Yogyakarta, 11 Februari 2025 – PT Jasa Raharja bersama Korlantas POLRI, dan

Akademisi UGM mengadakan diskusi dengan topik “Implementasi Program Jaminan

Perlindungan Dasar Korban Kecelakaan Penumpang Umum dan Lalu Lintas Jalan

dalam Ruang Lingkup Undang-Undang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan”. Acara

ini dihadiri oleh akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), perwakilan Korps Lalu

Lintas (Korlantas) POLRI, serta perwakilan Kementerian Keuangan.

Diskusi dipimpin langsung oleh Direktur Utama PT Jasa Raharja Rivan A.

Purwantono dan dihadiri pula oleh Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Jasa

Raharja, Harwan Muldidarmawan.

Diskusi ini membahas tentang penguatan peran jaminan perlindungan terhadap

korban kecelakaan lalu lintas jalan, termasuk peningkatan cakupan perlindungan bagi

korban kecelakaan dan harmonisasi regulasi terkait. Dalam sambutannya, Rivan

menegaskan pentingnya sistem perlindungan yang komprehensif dan berkeadilan

untuk melindungi masyarakat Indonesia.

“Kecelakaan lalu lintas bukan hanya persoalan individu, tetapi juga berdampak pada

perekonomian nasional. Berdasarkan Perpres 1/2022 tentang Rencana Umum

Nasional Keselamatan (RUNK), kecelakaan lalu lintas berkontribusi terhadap

penurunan 2,9—3,1% Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, sistem

perlindungan harus terus diperkuat agar dapat memberikan manfaat optimal bagi

masyarakat,” ujar Rivan.

Data Jasa Raharja mencatat bahwa sepanjang tahun 2023 terjadi 27.000 kecelakaan

dengan korban meninggal dunia, sementara pada tahun 2024 jumlah kecelakaan lalu

lintas mencapai 150.906 kasus dengan 24.000 korban meninggal dunia. Rivan juga

menyoroti pentingnya asuransi sosial dalam sistem perlindungan ini, mengingat 9%

dari total kecelakaan melibatkan penumpang angkutan umum.

“Sebagai bagian dari holding perasuransian BPUI, peran PT Jasa Raharja sebagai

asuransi sosial perlu ditegaskan. PP 20/2020 tidak menyebut aspek ini, sehingga OJK

menetapkan Jasa Raharja sebagai asuransi umum. Padahal, dalam UU 22/2009,

perlindungan dasar terhadap korban kecelakaan, termasuk tanggung jawab pihak

ketiga (TPL), sangat penting. Ke depan, perlindungan tidak hanya mencakup cedera

tubuh (bodily injury), tetapi juga kerugian material (property damage),” tambah Rivan.

Sementara itu dalam sambutannya, Ronald Jusuf, Analis Kebijakan Ahli Madya dariPusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) Badan Kebijakan Fiskal (BKF)

Kementerian Keuangan menekankan perlunya harmonisasi antara Undang-Undang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), UU Pengembangan dan Penguatan

Sektor Keuangan (UU P2SK), serta regulasi lainnya.

“Jasa Raharja merupakan model asuransi sosial di Indonesia dengan prinsip risk

pooling, di mana masyarakat bergotong royong dalam menanggung risiko kecelakaan.

Pendekatan ini berbeda dengan asuransi umum yang berbasis risk transfer. Oleh

karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa regulasi yang ada dapat

mengakomodasi perlindungan yang optimal bagi masyarakat,” jelas Ronald.

Dalam diskusi ini, Direktur Keamanan dan Keselamatan (Dirkamsel) Korlantas Polri,

Brigjen Pol. Dr. Bakharuddin Muhammad Syah, S.I.K., M.Si., lebih menyoroti

urgensi revisi UU LLAJ yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

Prioritas 2025.

“Setiap tahun, UU LLAJ selalu menjadi topik revisi, baik oleh DPR maupun

Kementerian Perhubungan. Salah satu aspek penting yang perlu dibahas adalah

asuransi bagi mitra pengemudi transportasi online. Mereka memiliki pendapatan tinggi

tetapi belum memberikan kontribusi perlindungan kepada negara dan masyarakat,”

ujar Bakharuddin.

Selain pemaparan dari Jasa Raharja, BKF, dan Korlantas Polri, akademisi UGM juga

memberikan pandangan kritis terkait aspek hukum dan regulasi jaminan perlindungan

kecelakaan.

Prof. Dr. Nurhasan Ismail, M.Si. menekankan perlunya memperjelas perbedaan

antara asuransi wajib dan asuransi sosial dalam regulasi yang akan datang. “Asuransi

sosial merupakan program negara yang bersifat wajib untuk menjamin kesejahteraan

masyarakat. Jika program asuransi wajib memang menjadi kebutuhan nasional, maka

harus ditegaskan dalam UU LLAJ agar tidak menimbulkan interpretasi yang

membingungkan di kemudian hari,” tutur Prof. Nurhasan.

Sementara itu, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum., menyoroti bahwa

dalam sistem hukum Indonesia, tanggung jawab terhadap kecelakaan lalu lintas harus

diperluas, tidak hanya kepada pengemudi tetapi juga kepada pihak yang memiliki

keterkaitan langsung, termasuk perusahaan angkutan umum dan operator

transportasi daring.

Melalui diskusi ini, diharapkan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan praktisi

dapat menghasilkan rekomendasi yang konstruktif bagi penguatan sistem jaminan

perlindungan bagi korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia.

Sumber : http://suarareformasi.com/jasa-raharja-korlantas-polri-dan-akademisi-ugm-bahas-penguatan-jaminan-perlindungan-korban-kecelakaan-lalu-lintas-jalan-dan-angkutan-jalan-detail-456434