Hutang Pemda KKT Menumpuk, DPRD Tak Mau Disalahkan

Hutang Pemda KKT Menumpuk, DPRD Tak Mau Disalahkan

Saumlaki.Suara ReformasiCom. Bebanhutang yang harus dituntaskan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) terhadap proyek-proyek fisik yang telah selesai dibangun menembus angka Rp221 milyar. Hutang-hutang tersebut, tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Maluku atas laporan keuangan Pemda tahun 2021. Dan hal ini merupakan warisan dari para pemimpin di Bumi Duan Lolat, sebut saja zaman Bupati MTB dua periode Bitzael Silvester Temmar dan bupati satu periode Petrus Fatlolon. Hal ini mantan Ketua DPRD KKT Jaflaun Omans Batlayeri.

"Saya mau gambarkan secara riil bahwa dari sisi akuntansi keuangan pemerintah daerah ini sudah sangat buruk, kita punya beban utang sesuai LPJ tahun 2021 sebanyak 221 miliar rupiah. Itupun kita belum memverifikasi keseluruhan," beber Omans yang masih sebagai anggota DPRD aktif, Selasa (18 /10). 

Jumlah ratusan milyar hutang Pemda tersebut, belum termasuk hutang terhadap lahan-lahan milik warga yang belum terbayar, kontrak-kontrak lain yang belum tuntas pula. Alhasil, baik Pemda dan DPRD harus mencari solusi terbaik untuk penyelesaian masalah tersebut. Misalnya, kata Omans, dengan merampingkan perangkat organisasi daerah yang dianggap "gemuk", dengan pertimbangan adanya penambahan aparatur pembelanjaan yang bisa diminimalisir, sehingga anggaran yang ada, bisa dialikan ke kebutuhan lain, kemudian para wakil rakyat berdasih ini juga akan mendorong peningkatan pendapatan asli daerah (BANTALAN). 

Berbagai kondisi kekisruan keuangan Pemda saat ini, tidak luput dari kekurangannya DPRD. Sebut saja, proyek-proyek yang dibiayai dengan dana alokasi khusus (DAK), seperti Mega proyek pembangunan RSU Ukularan yang telah selesai dikerjakan pihak ketiga (kontraktor) dengan total nilai anggaran Rp60 milyar. Dimana puluhan milyar dana tersebut telah masuk ke kas daerah. Namun hingga saat ini, fakta menyebutkan bahwa bangunan yang telah diresmikan pada bulan Mei 2022 kemarin, belum dapat digunakan, karena pihak kontraktor masih menyegel bangunan. Dan penyebabnya, Pemda belum membayar lunas kepada pihak kontraktor. Jumlahnya pun cukup besar yakni tersisa Rp22 milyar dan dicatat sebagai utang pihak ketiga (UP3). 

"Kalau hari ini rakyat bertanya bahwa Rp34 milyar ini bayar dari mana dan dasar apa? bagi saya, ini sudah perintah pengadilan dan itu sama dengan perintah negara, kita tidak bisa mengelak lagi. 

Dikatakan, pemerintah daerah dan DPRD memiliki komitmen yang sama dengan para pengusaha dan pembayaran UP3 kepada salah satu pengusaha yang telah memiliki keputusan hukum tetap konsisten. 

"Rakyat mesti tegas dan dipertanyakan secara mendalam mengapa ada utang? Mengapa pemerintah daerah berhutang? Tanyakan kepada mereka yang memimpin negeri ini, rakyat harus menginterupsi tegas dalam momentum kekuasaannya," sarannya tegas. 

Namun ya ampun, lagi-lagi rakyat harus menelan janji kosong tersebut. Jika terjadi banyakan pegawai, maka dipastikan akan dipastikan putra-putri Bumi Duan Lolat, yang Priuk nasinya akan hilang, karena dirumahkan, karena hanya berstatus sebagai kontrak. Sementara DPRD sendiri enggan sedikit mengalah untuk tidak tanpa pokok pikiran (pokir) mereka harus diakomdir. Jika memang mereka adalah wakil rakyat, yang mengerti penderitaan rakyat, memahami sebuah perjuangan. Menyoal tentang janji DPRD dalam mendorong peningkatan PAD. Sayangnya, sejak mengemban dan tangungjawab sebagai wakil rakyat tahun 2019 lalu hingga saat ini, peran DPRD dalam mendorong peningkatan PAD hampir tak terlihat. Bahkan jika dilihat lebih dalam, justru perolehan PAD kian morosot, bertambah. Parahnya lagi, ketika TAPD menetapkan target PAD per SKPD penghasil PAD dengan dinaikan 10 kali lipat dari normal, DPRD tetap menyetujui pengetokan palu rakyat yang dipercayakan kepada mereka. (SR)

Sumber : http://suarareformasi.com/hutang-pemda-kkt-menumpuk-dprd-tak-mau-disalahkan-detail-444794