Langgur.Suara Reformasi.Com. Bupati Maluku Tenggara Muhamad Thaher Hanubun bersama Ketua TP PKK Maluku Tenggara (Malra) Eva Eliya Hanubun menggelar tradisi umun lokal (bakar batu) di Desa Yafavun Kecamatan Kei Kecil Timur, Sabtu (4/2/2023).
Acara tersebut meliputi sejumlah pimpinan OPD di lingkungan Pemda Malra, Pengurus PKK Kabupatan Malra, Camat Kecamatan Kei Kecil Timur (KKT), kepala-kepala ohoi (desa) dan masyarakat se-Kecamatan Kei Kecil Timur.
Tradisi Bakar Batu merupakan salah satu tradisi penting di Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara yang berupa ritual memasak bersama-sama warga satu kampung atau lebih bertujuan untuk bersyukur, berprestasi, bersilaturahmi, atau untuk musyawarah mufakat kepentingan umum.
Bupati Hanubun, pada kesempatan ini menjelaskan, tradisi umun (bakar batu) merupakan kearifan lokal turun temurun yang saat ini jarang dilaksanakan oleh generasi milenia.
“Bakar batu (umun) bertujuan meningkatkan persatuan dan kesatuan antar sesama masyarakat, membangun silaturami antar umat beragama dan melesatarikan nilai-nilai tradisi lokal warisan leluhur,” ujarnya.
Selain itu umun juga memberikan pelajaran kepada masyarakat tentang arti kebersamaan saat menikmati dan mengelolah hasil-hasil kebun serta hasil tangkapan dari laut.
Pembagian hasil umun atau hasil bakar batu harus merata dan adil yang pembagiannya dimulai dari orang tua sampai ke anak-anak. Semua orang harus mendapat bagian dari hasil bakar batu (umun)
“Melestarikan nilai-nilai saling memberi dan saling menerima. Saling melayani dan saling tolong tolong,” ungkap Bupati Thaher.
Kegiatan bakar batu dilaksanakan atas inisiatif Pemerintah Kecamatan Kei Kecil Timur dan kepala-kepala ohoi se-kecamatan KKT dalam rangka meningkatkan solidaritas antar masyarakat dan umat beragama di Kecamatan KKT khususnya dan di Maluku Tenggara pada umumnya.
Pelaksanaan kegiatan bakar batu di Ohoi Yafavun dikarenakan maraknya berbagai kasus konflik sosial antarwarga yang terjadi di Pulau Kei sehingga telah merusak tatanan adat dan budaya Suku Kei yang kental dengan falsafah AIN NI AIN -AIN YANAN UBUN AIN.
“Bakar batu merupakan ritual memasak bersama yang bertujuan mewujudkan rasa syukur kepada sang pemberi kehidupan” kata Bupati Thaher.
Untuk diketahui tradisi bakar batu masih menggunakan api yang dihasilkan oleh kayu. Kayu yang sudah dikumpulkan kemudian dibakar.
Setelah itu ditumpuk dengan batu yang kemudian dimasukkan ke dalam lubang besar. Lubang tersebut kemudian ditutup dengan dedaunan kering untuk dibakar kembali.
Dalam tradisi bakar batu, Kaum laki-laki menyiapkan kayu, rumput, dan mencari bebatuan yang tidak mudah pecah.
Sedangkan pihak perempuan bertugas mengumpulkan sayur, ubi jalar, daun pisang, jagung, dan sayur-sayuran.
Jika semua bahan sudah siap, Batu ditumpuk di atas perapian dan dibakar hingga batu menjadi membara panas dan kayu bakar habis terbakar.
Bersamaan dengan itu, warga lainnya menggali lubang yang cukup dalam dan diberi alas daun pisang dan alang-alang.
Kemudian, batu panas tadi lalu dimasukkan ke dasar lubang tersebut. Setelah itu, daun pisang ditumpuk di atas batu panas dan di atasnya bahan makanan/daging yang sudah diiris-iris diletakkan.
Atas bahan makanan/daging ditutup dengan daun pisang, kemudian diatasnya lagi diletakkan batu panas dan ditutup kembali dengan daun.
Ubi jalar (petatas), singkong (kasbi), dan sayuran lainnya diletakkan di atas daun dan ditutup daun lagi.
Di atas daun yang paling atas akan ditumpuk batu panas dan terakhir ditutup lagi dengan daun pisang dan alang-alangSetelah itu, dimasak selama satu jam. Secepatnya akan mengepul.(SR)
Sumber : http://suarareformasi.com/bupati-malra-dan-istri-bakar-batu-di-kei-kecil-timur-detail-446711