Bentuk Perhatian Gubernur MI Sebagai Anak Adat Telah Mendorong Dibentuk Perda Adat

Bentuk Perhatian Gubernur MI Sebagai Anak Adat Telah Mendorong Dibentuk Perda Adat

SuaraReformasi.Com.Ambon.Perlu perhatian serius pihak Eksekutif maupun Legislatif dalam  memperhatikan soal hak  masyarakat adat di Provinsi Maluku mengingat Maluku sebagai masyarakat adat tetapi secara hukum belum ada referensi hukum yang kuat terutama berkaitan dengan hukum adat, Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 45 pasal 14 a dan 14 b saat ini dilaksanakan oleh kepentingan pembangunan nasional melalui Dana Desa adalah Amandemen UUD 45 pasal 14 a sedangkan pasal 14 b belum jalan, hal ini menjadi persoalan mengingat Peraturan Pemerintah (PP) 52 tentang pengakuan kepala daerah atas penataan desa adat, artinya setiap kepala daerah harus punya pengakuan terhadap negeri-negeri yang ada di Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku tentang wilayah adat. Pemerintah Provinsi Maluku lewat Gubernur Murad Ismail, telah membuat Peraturan Daerah (Perda) yaitu Perda Nomor 16 Tahun 2019 pengganti Perda yang terdahulu Perda Nomor 14 tahun 2004, hal ini berkaitan dengan pengakuan Gubernur MI atas wilayah Maluku sebagai pemerintahan adat tapi sayangnya sampai saat ini hanya baru Kota Ambon dan Kota Tual sudah punya Perda Adat sedang 9 Kabupaten lain belum Perda Induk soal penataan Desa Adat hal ini sangat mempengaruhi soal otonomi daerah tapi tidak dituntaskan oleh ruang hukum tidak dilaksanakan

Pernyataan ini disampaikan Anggota DPRD Provinsi Maluku, Wahid Laitupa kepada wartawan di balai rakyat karang panjang Ambon Senin (14/8/2023) saat pihak bersedia memberikan komentar soal perhatian Gubernur Murad Ismail terhadap hak masyarakat adat di Provinsi Maluku.

Menurut Laitupa, disisi lain kewenangan pemerintah secara nasional tetap melaksanakan program nasional dan dampak dari pada ketidak sediaan  kita untuk melakukan Perda penataan Desa Adat jadi masalah, contoh, Hutan Lindung ada dimana mana, penataan hutan lindung yang diprakarsai oleh Balai Kehutanan terjadi dimana-mana di Provinsi Maluku tentunya hal ini menjadi persoalan apakah penataan hutan lindung mendapat persetujuan dari Pemerintah Negeri atau tidak, hal ini menjadi persoalan serius perlu mendapat perhatian.

"Provinsi Maluku ada hanya pulau-pulau kecil wilayah lahan pengembangan ekonomi dan pertanian sangat kecil, tapi kemudian wilayah hutan lindung ditata sampai ke daerah sampai pesisir pantai maka jadi pertanyaan masyarakat kita mau bertani dimana, hal inj menjadi persoalan olehnya saya berharap sungguh untuk Kepala-kepala daerah di Maluku terutama Kabupaten belum memiliki Perda Negeri Adat segera membuat Perda Induk soal Negeri Adat karna sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan adat berapa pada setiap daerah," pinta Laitupa

"Kalau kita bicara soal proses tahapan pemerintahan dalam bentuk adat konteks pemerintah adat maka pertanyaanya sandaran hukum kita dimana sehingga untuk kepentingan jangka panjang Maluku, dalam menjawab kepentingan militan adat saya kira bahwa harus keterlibatan semua pihak bertanggung jawab terhadap keinginan kita dengan sapaan Negeri Raja Raja ini, jangan hanya cuma nama negeri Raja Raja tapi kemudian aparatur penyelenggara pemerintah secara adat tidak dilaksanakan dan kemudian kepala daerah sebanyak 9 kabupaten harus menyediakan Perda Adat maka jangka panjang kita kedepan untuk mempersiapkan penyelenggaraan Pemerintahan adat ditingkat desa pasti berjalan dengan baik, tentu dampak dari program nasional tidak kemudian dilakukan sewenang," ujar Laitupa.(Ser)

Sumber : http://suarareformasi.com/bentuk-perhatian-gubernur-mi-sebagai-anak-adat-telah-mendorong-dibentuk-perda-adat-detail-449515